Karena begitu besarnya makna dan arti seorang sahabat, maka tidak salah orang bijak mengatakan “PERSAHABATAN TIDAK AKAN LEKANG DIMAKAN WAKTU DAN JAMAN”. Namun dalam kehidupan nyata tidak jarang sahabat kita lupakan. Mungkin karena kerasnya kehidupan, banyaknya persoalan dan tingginya persaingan hidup. Sehingga tanpa sadar, sahabat kita tinggalkan atau mungkin sengaja di tinggalkan dengan segudang alasan yang dirasionalkan demi pembenaran tindakan kita. Aku, selalu bangga akan hadirnya sosok seseorang yang selalu mengisi kekosongan dan menutupi kekuranganku pada saat ini dan saat-saat itu. Membantuku dengan keikhlasan tanpa imbalan, menyertaiku dalam mencari ilmu di salah satu perguruan tinggi Jember.
Singkat cerita, aku sudah masuk semester 6, dari uang yang aku dapatkan tahun itu cukuplah 8 semester untuk biaya SPP, seakan forcasting itu benar, hingga hampir wisuda uang itu habis seketika pas untuk bondo (modal) kuliah semata. Namun cerita ini bukan masalah uang, ada salah satu orang yang berperan penting dalam cerita hidupku. Seseorang yang memberi tanpa meminta imbalan, selalu tidak bosan saat diriku mengeluh untuk meminta bantuan.
Hampir setiap minggu aku menjadi benalu yang menempel pada hidupnya, meminta untuk mengambilkan uang saku aku pada Ibu, karena memang aku jarang pulang dengan alasan yang sedikit konyol didengar dan alasan kedua ATM (Automatice Teller Machine) aku tidak pegang.
Tak terbayang berapa liter bensin untuk menghidupkan motor Jupiter Z demi mengantarkan uang saku aku dengan jarak yang di tempuh 30 kilometeran?
Tak terbayang berapa besar tenaga yang dia keluarkan demi membantu aku?
PancaAdjah S itulah sahabatku, sering pula aku terjemahkan dia PAHLAWAN tanpa tanda jasa (khusus pada diriku). Ucapan kata terasa tidak cukup untuk balas budi, doa-doa setiap malam khusus aku lontarkan untuknya agar dia mendapatkan imbalan setimpal.
Lozz, Iyha dan Puteri”